Wednesday, June 22, 2011

PENJERNIHAN AIR SUNGAI DENGAN PASTA BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam.) MELALUI FILTRAT DENGAN SKALA PILOT 200 LITER


Heri Khusairi, Pulau Beringin 08 Mei 1989

Oleh: Heri Khusairi, Dr. Drs. Saleh Hidayat, M.Si., Dra. Yetty Hastiana, M.Si.

Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Palembang

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, dkk. (2000:28) tentang penurunan nilai kekeruhan air sungai dengan penambahan konsentrasi biokoagulan serbuk biji kelor masih menunjukkan tingkat efektifitas berkisar 80%. peneliti menyatakan bahwa biokoagulan serbuk biji kelor memang efektif untuk menjernihkan kekeruhan air yang tinggi dengan cara menambahkan langsung serbuk biji kelor setelah diblender dan diayak ke air setelah penyaringan, akan tetapi untuk tingkat kekeruhan air yang rendah kemampuan biokoagulan biji kelor tidak terlihat secara nyata. Oleh karena itu, disarankan untuk menjadikan serbuk biji kelor sebagai pasta terlebih dahulu dan kemudian dijadikan biokoagulan penjernih air sungai atau sumur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pasta biji kelor terhadap penjernihan air sungai dalam skala pilot 200 liter. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Kata kunci: penjernihan air, pasta biji kelor (Moringa oleifera Lam.), skala pilot 200 liter


I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kotiledon M. olifera mengandung komponen penting, yaitu substansi yang dikenal dengan nama rhamnosiloksi-benzil-isotiosianat yang dapat mengadopsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur dan kotoran melayang dalam air. Sehingga sangat efektif digunakan sebagai biokoagulan dalam penjernihan air.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, dkk. (2000:28) penurunan nilai kekeruhan air sungai dengan penambahan konsentrasi biokoagulan serbuk biji kelor masih menunjukkan tingkat efektivitas berkisar 80%. Berdasarkan komunikasi pribadi dengan peneliti dinyatakan bahwa biokoagulan serbuk biji kelor memang efektif untuk menjernihkan kekeruhan air yang tinggi dengan cara menambahkan langsung serbuk biji kelor setelah diblender dan diayak ke air setelah penyaringan, akan tetapi untuk tingkat kekeruhan air yang rendah, kemampuan biokoagulan biji kelor tidak terlihat secara nyata. Oleh karena itu, disarankan untuk menjadikan serbuk biji kelor sebagai pasta terlebih dahulu dan kemudian dijadikan biokoagulan penjernih air sungai atau sumur. Hal ini seperti yang pernah dilakukan dalam cara kerja Ndabigengesere, dkk. (1995) yang menggunakan pasta serbuk biji kelor untuk penjernihan air.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pasta biji kelor (Moringa oleifera Lam.) berpengaruh terhadap penjernihan air sungai dengan tingkat kekeruhan rendah melalui filtrat dengan skala pilot 200 liter?

2. Pada konsentrasi berapakah pasta biji kelor (Moringa oleifera Lam.) optimal digunakan dalam penjernihan air sungai dengan tingkat kekeruhan rendah melalui filtrat dengan skala pilot 200 liter?

II. Tinjauan Pustaka

Air merupakan unsur utama protoplasma, satu-satunya bentuk bahan dimana fenomena kehidupan diwujudkan. Kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja (Middleton, 2009).

Sungai Lematang mengalir di tengah-tengah aliran-aliran sungai yang lain yang ada disekitarnya. Sungai Lematang berhulu di dataran tinggi Pasemah kemudian mengalir melalui Muara Enim dan bertemu sungai Enim yang berhulu di daerah Sinar Bulan, Kabupaten Lahat. Aliran sungai Lematang terus melewati Tanah Abang dan akhirnya bermuara di Sungai Musi, yaitu sungai antiklinal di bagian hilirnya. Secara geografis sungai Lematang memiliki peran penting dalam jaringan komunikasi dan transportasi sungai di daerah Batanghari Sembilan. Posisi Sungai Lematang sangat strategis karena memiliki akses langsung ke pusat-pusat penghasil produk di dataran tinggi Pesemah dan sekitarnya. Dataran tinggi ini memasok barang-barang komoditi yang sangat dibutuhkan seperti hasil pertanian, hasil hutan, emas, dan pertambangan bijih besi (Rangkuti, 2009).

Kelor yang mempunyai nama latin Moringa oleifera Lam. atau dalam bahasa inggris disebut drumstick plant ini berasal dari sekitaran Himalaya India, kemudian menyebar ke kawasan lain seperti Benua Afrika, Asia-Barat, Arab Saudi dan Israel (Suriawira, 2002). Biji buah kelor mempunyai sifat sebagai koagulan untuk mengolah air dan air limbah (Dwirianti, 2008). Biji Moringa oleifera Lam. mengandung protein yang larut dalam air yang berperan sebagai koagulasi flokulan. Protein biji kelor memiliki muatan positif (Hidayat, 2006:76). Penjernihan air dengan biji kelor (Moringa oleifera Lam.) dapat dikatakan penjernihan air dengan bahan kimia, karena tumbukan halus biji kelor dapat menyebabkan terjadinya gumpalan (koagulan) pada kotoran yang terkandung dalam air (Sahar, 2000).

III. Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan variabel bebas konsentrasi pasta biji kelor (Moringa oleifera Lam.), sedangkan variabel terikat meliputi pengukuran nilai kekeruhan yang terdiri dari 9 perlakuan dan 5 ulangan.

Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Biji kelor (Moringa oleifera Lam.).

b. Pasta biji kelor (Moringa oleifera Lam.).

2. Sampel

Air Sungai Lematang di Desa Tanjung Muning, Kec. Gunung Megang, Kab. Muara Enim.

IV. . Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh pasta biji kelor terhadap penjernihan air sungai Lematang maka diperoleh data seperti pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Nilai Kekeruhan (NTU) Air Sungai Lematang setelah Diberi Perlakuan dengan 9 Konsentrasi Pasta Biji Kelor (Moringa oleifera)

Perlakuan

Ulangan

Jumlah

Rata-rata

1

2

3

4

5

P0

9,99

9,99

9,99

9,99

9,99

49.95

9.99

P1

10,14

10,32

11,00

10,12

11,14

52,72

10,544

P2

10,10

10,13

11,04

11,45

11,00

53,72

10,744

P3

9,72

8,66

8,90

9,50

8,91

45,69

9,138

P4

11,12

11,56

11,23

11,23

11,23

56,37

11,274

P5

11,67

10,87

11,67

11,32

11,99

57,52

11,504

P6

12,02

12,76

12,22

11,24

11,72

59,96

11,992

P7

15,09

14,56

14,31

14,56

15,08

73,6

14,72

P8

15,98

18,00

18,32

17,26

16,00

85,56

17,112

Jumlah

302,702

303,722

305,552

303,542

303,932

535.09

107.018

Keterangan:

Po = kontrol (tanpa pasta biji kelor)

P1 = 8 liter pastabiji kelor per200 liter air

P2 = 9 liter pastabiji kelor per 200liter air

P3 = 10 liter pasta biji kelor per 200 liter air

P4 = 11 liter pasta biji kelor per 200 liter air

P5 = 12 liter pasta biji kelor per 200 liter air

P6 = 13 liter pasta biji kelor per 200 liter air

P7 = 14 liter pasta biji kelor per 200 liter air

P8 = 15 liter pasta biji kelor per 200 liter air


Data dari Tabel 4.1 tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Histogram Pengaruh Konsentrasi Pasta Biji Kelor (Moringa oleifera) terhadap Nilai Kekeruhan Air Sungai Lematang (NTU)

V. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis varian didapatkan nilai Fh > Ftabel. Dari hasil penelitian didapatkan Fh 42304,06 > Ft.01 3,04 artinya ada pengaruh yang sangat nyata (**) antara konsentrasi pasta biji kelor yang diberikan terhadap nilai kekeruhan air sungai Lematang. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan analisis lanjut dengan uji BNJ.

Dari hasil uji BNJ pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa perlakuan P8 (10L) berbeda sangat nyata dengan P0, P3, P1, P2, P4, P5, P6 dan P7. Pada perlakuan P7 (14L) berbeda sangat nyata dengan P0, P3, P1, P2, P4, P5, dan P6. Pada perlakuan P6 (13L) berbeda sangat nyata dengan P0, dan P3, dan berbeda tidak nyata dengan P1, P2, P4, dan P5. Pada perlakuan P5 (12L) berbeda nyata dengan P0, Berbeda sangat nyata dengan P3, dan berbeda tidak nyata dengan P1, P2, dan P4. Pada perlakuan P4 (11L) berbeda sangat nyata dengan P3 dan berbeda tidak nyata pada P0, P1 dan P2. Pada perlakuan P2 (9L) berbeda nyata dengan P3 dan berbeda tidak nyata pada P0 dan P1. Pada perlakuan P1 (8L) berbeda tidak nyata pada P0 dan P3. Pada perlakuan P3 (10L) berbeda tidak nyata dengan P0. Hal ini diduga karena dengan penambahan pasta biji kelor sebagai koagulan alami dan dengan adanya pengadukan maka menyebabkan terbentuknya flok yang lama-kelamaan akan mengalami pengendapan. Penambahan pasta biji kelor pada penelitian ini dapat memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap nilai kekeruhan air sungai Lematang yaitu dari 9,99 menjadi 9,138 NTU. Kemampuan biji Moringa oleifera dalam menurunkan nilai kekeruhan air sependapat dengan hasil penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan Hidayat (2000), bioflokulan biji Moringa oleifera konsentrasi 500 ppm mampu menurunkan nilai kekeruhan hingga 5,240 NTU dari 72,833 NTU pada kekeruhan awal.

Dari 9 perlakuan tersebut, pemberian pasta biji kelor (M. oleifera Lam.) pada konsentrasi yang berbeda-beda menghasilkan nilai kekeruhan yang bervariasi. Nilai kekeruhan yang terendah terlihat pada perlakuan P3 dengan konsentrasi pasta 10 liter/200 liter air atau setara dengan 50 ppm. Pada Gambar 4.1 terlihat kurva yang menunjukkan naik-turunnya nilai kekeruhan. Pernyataan ini menguatkan pendapat bahwa koagulan bukan hanya dapat berfungsi dalam menjernihkan air yang keruh tetapi dapat juga menambah kekeruhkan air jika konsentrasi yang diperlakukan terhadap sampel air tidak tepat.

Disamping itu, hal tersebut bersesuaian dengan hasil observasi peneliti di lokasi pengambilan sampel. Naik turunnya nilai kekeruhan dikatakan wajar melihat hampir seluruh limbah domestik rumah tangga masyarakat bantaran sungai dialirkan ke sungai Lematang, sehingga limbah rumah tangga tersebut memberikan sumbangan besar terhadap kekeruhan air sungai Lematang.

Faktor lain yang ikut me-nyumbangkan kekeruhan air sungai yaitu difungsikannya aliran air sungai sebagai wadah pembuangan sampah yang dibuktikan dengan banyaknya tumpukan sampah di pinggiran sungai, tempat mengalirkan limbah proyek pengolahan kayu, dan sarana transportasi air oleh sebagian besar masayarakat Desa Tanjung Muning untuk mengangkut berbagai kebutuhan masyarakat seperti mengangkut hasil perkebunan, pe-ngangkut kayu, dan hasil bumi lainnya selain difungsikan sebagai kebutuhan mendasar masayarakat (mandi, cuci, dan konsumsi).

Menurut Boyd (1990), dalam sungai yang mengalir, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan-bahan kasar yang terdispersi. Turbiditas dalam perairan terjadi karena material alamiah, atau akibat aktivitas proyek, pembuangan limbah, dan operasi pengerukan.

VI. Penutup

A. Kesimpulan

1. Biokoagulan pasta biji Moringa oleifera Lam. dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penjernihan air sungai dengan tingkat kekeruhan rendah melalui filtrat dengan skala pilot 200 liter.

2. Konsentrasi biokoagulan pasta biji Moringa oleifera Lam. 10 liter dalam 200 liter air (50 ppm) adalah konsentrasi optimal untuk menjernihkan air sungai dengan tingkat kekeruhan rendah melalui filtrat dengan skala pilot 200 liter.

B. Saran

1. Supaya dapat dikonsumsi disarankan supaya penduduk untuk membuat alat penyaring sederhana dengan menambahkan pasta biji Moringa oleifera Lam. ke dalam saringan.

2. Perlu di lakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh pasta biji Moringa oleifera Lam. terhadap parameter fisika-kimia lainnya seperti BOD, Suhu, Pb, dll.

Daftar Pustaka

Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482 p.

Dwirianti, D. 2008. Pengolahan Lindi TPA Benowo dengan Ekstrak Moringa oleifera dan Membrane Mikro-Filtrasi, (Online), (http://digilib.its.ac.id, diakses 01 April 2010).

Hidayat, S. dkk. 2000. Efektivitas Bio-flokulan Biji Moringa oleifera Lam. Dalam Memperbaiki Sifat Fisika Kimia Air Sungai Sungai Musi. Laporan Penelitian. Palembang:Universitas Muhammadiyah Palembang.

Hidayat, S. 2006. Pemberdayaan Ma-syarakat Bantaran Sungai Lematang dalam Menurunkan Kekeruhan Air dengan Biji Kelor (Moringa oleifera Lam.) sebagai Upaya Pengembangan Proses Penjernihan Air. Disertasi Tidak diterbitkan, Malang: Program Studi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Uni-versitas Negeri Malang.

Middleton, Richard. 2009. Air Bersih: Sumber Daya yang Rawan, (Online), (http://www.usembas syjakarta.org/ptp/airbrs.htm, diakses 17 Maret 2009).

Ndabigengesere, A., Narasiah, K.S. & Talbot, B.G. 1995. Active Agents and Mechanism of Coagulation of Turbid Waters Using Moringa oleifera. Wat. res. vol.29 no.2.

Rangkuti, N. 2009. Tabir Peradaban Sungai Lematang, (Online), (http://nurhadi-rangkuti.blogspot.com/2009/05/tabir-peradaban-sungai-lematang-16.html. diakses 01 April 2010).

Suriawiria, U. Kompas. Rabu, 28 Agustus 2002. Aneka Manfaat Kelor, (Online), (http://www. kompas. com/ kompascetak /0208/28/ IPTEK/ aneka32.htm, di-akses 01 April 2010).

Sahar, H. Esti. 2000. Penjernihan Air dengan Biji Kelor (Moringa oleifera), (Online), (http:// www.ristek.go.id, diakses 01 April 2010).